BUDAYA TAWADHU’ SEBAGAI SARANA EDUKATIF DALAM MEMBANGUN DAN MENCETAK PATRIOT PRAMUKA YANG BERKARAKTER
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Di zaman
globalisasi ini, dimana terjadi proses asimilasi maupun akulturasi dari budaya
barat, banyak dari kita yang lalai akan nilai – nilai keluhuran, mulai dari
mengikisnya norma dan nilai dalam
masyarakat, sosio – kultural, bahkan sampai tahap kritis, yaitu degradasi
moral. Menyadari hal tersebut, tentunya kita sebagai warga Indonesia yang
secara sosio – kulturalnya adalah berbudaya ketimuran, tentunya kita tidak akan
terlepas dari hal – hal yang bersifat normatif, akan tetapi dalam faktualnya,
kita justru terhegemoni dan terkolonialisasi oleh budaya asing tersebut, dan
secara tidak sadar budaya kita pun menjadi terpinggirkan, meskipun tidak
menutup, bahwa pengaruh dari globalisasi tersebut juga membawa dampak yang
positif juga. Obyek dari akibat globalisasi tersebut tentunya adalah para
remaja, baik yang duduk dalam bangku sekolah maupun kuliah. Terlihat jelas
memang, bahwa dari para remajalah yang menjadi obyek pengaruh negatif globalisasi
tersebut. Bisa kita lihat sedikit gambaran contoh, fenomena tawuran antar
pelajar, bentrok antar suporter sepak bola dan fenomena – fenomena miris
lainnya. Sebagai golongan terpelajar, tentunya mereka haruslah mempunyai sikap unggah
– ungguh, yaitu mereka harus bersikap dan mempunyai sifat sesuai nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam sistem
pendidikan saat ini, dikenal sistem pendidikan karakter, yaitu merupakan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Bukan hanya dalam dunia pendidikan saja sebenarnya, dalam dunia kepanduan, juga
dikenal sistem pendidikan karakter. Salah satunya yaitu organisasi kepanduan
Praja Muda Karana atau biasa di sebut dengan Pramuka. Dalam tujuannya, pramuka
terproyeksikan salah satunya sebagai media pendidikan karakter. Tujuan dari
Gerakan Pramuka untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang
beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum,
disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki
kecakapan hidup sebagai kader bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai
kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia,
mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup. Tujuan dari Gerakan
Pramuka sejalan dengan fokus pendidikan karakter yang menjadi program utama
Kementerian Pendidikan Nasional. Salah satunya yang penulis angkat dalam karya
tulis ini adalah budaya tawadhu’. Dimana penulis akan mengaitkan Pramuka
yangmana mempunyai tujuan dalam memberikan pendidikan karakter, akan
dikorelasikan dengan budaya tawadhu’. Tawadhu’ sendiri mempunyai
makna ketundukan kepada kebenaran dan
menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam karya
tulis ini, masalah yang akan penulis bahas yaitu:
1.
Apakah korelasi
antara pramuka yang mempunyai tujuan sebagai pendidikan karakter dengan budaya tawadhu’
?
2.
Apakah budaya tawadhu’
mampu dijadikan sebagai sarana edukatif dalam membangun hingga mencetak
karakter seorang pramuka?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan
dari penulisan karya tulis ini adalah:
1.
Mengetahui
korelasi antara sistem pendidikan karakter pramuka dengan budaya tawadhu’.
2.
Mengetahui
budaya tawadhu’ sebagai salah satu indikator pembangunan dan pencetak
karakter seorang pramuka.
D.
MANFA’AT
PENULISAN
1.
Dapat
menerapkan budaya tawadhu’ sebagai sarana pembentuk dan pencetak
karakter insan pramuka.
2.
Dapat membina
seorang individu pramuka untuk menjadi insan pramuka yang berkarakter.
3.
Mampu
mengajarkan dan memberikan contoh budaya tawadhu’ kepada sesame anggota
pramuka maupun individu atau kelompok diluar pramuka.
E.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Dalam menyusun
karya tulis ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
Berisi tentang
latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfa’at
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Berisi tinjauan
pustaka mengenai karya tulis ini.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam bab ini,
penulis akan menjelaskan secara gamblang apa yang sudah ada dalam rumusan
masalah.
BAB IV PENUTUP
Di bab yang
terakhir ini, penulis memberikan simpulan tentang karya tulis, dan memberikan
saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
BUDAYA TAWADHU’
Berasal dari
dua kata, yaitu budaya dan tawadhu’. Budaya kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.
Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia. Makna lebih jelasnya yaitu, sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. (Anonim, 2011).
Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Adapun tawadhu’
berarti rendah hati, sehingga orang yang tawadhu senantiasa menempatkan dirinya
tidak
lebih tinggi
dari orang lain. Dengan demikian orang yang tawadhu mau menerima kebenaran,
apapun
bentuknya dan
dari siapapun asalnya. Ketika melakukan suatu kesalahan dan diingatkan, maka
orang
yang tawadhu
segera mengakuinya serta berterima kasih kepada orang yang mengingatkan. Orang
yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang
didapatnya bersumber dari Allah SWT. Yang dengan pemahamannya tersebut maka
tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih
baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang
sudah dicapainya.
Ia tetap rendah
diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu
selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.
Tawadhu ialah
bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur
(sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Jadi dapat
diartikan bahwa budaya tawadhu’ adalah suatu sistem pembiasaan diri
dengan suatu gagasan atau ide yaitu gagasan ide mengenai sikap kesopanan, dan
kerendahan diri terhadap Tuhan dan sesama hidup guna membina kehidupan harmonis
dengan melalui kegiatan – keigatan merendahkan diri sendiri namun tidak
merendahkan harg diri.
B.
PENDIDIKAN
KARAKTER
Tidak berbeda
dengan budaya tawadhu’, pendidikan karakter juga terdiri dari dua kata,
yaitu pendidikan dan karakter. Pendidikan mempunyai arti sebagai proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda untuk peningkatan
kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Sedangkan karakter
yaitu watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap dan bertindak. (Anonim, 2011). Jadi, pendidikan karakter
dapat diartikan sebagai berikut, yaitu proses pewarisan budaya pada generasi
muda untuk membentuk kepribadian sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap dan bertindak. Dalam undang – undang juga telah diatur mengenai
pendidikan karakter yang terdapat dalam UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang
sistem pendidikan nasional, yang berbunyi
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk itu setiap satuan gerakan kepanduan
Pramuka sepatutnya menerapkan unsur – unsur yang memberikan pendidikan
karakter, seperti yang telah menjadi tujuan terselenggaranya Pramuka.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
RELASI BUDAYA
TAWADHU’ DENGAN PRAMUKA
Telah kita ketahui bahwa gerakan kepanduan pramuka tujuannya ialah
salah satunya sebagai sarana pendidikan karakter bangsa. Tujuan dari Gerakan Pramuka untuk
membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa,
dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan
Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup. Tujuan dari Gerakan Pramuka
sejalan dengan fokus pendidikan karakter yang menjadi program utama Kementerian
Pendidikan Nasional. Dalam menanamkan dan menumbuhkan karakter bangsa,
dikepramukaan mempergunakan sepuluh pilar yang menjadi kode kehormatan.
Kode kehormatan mempunyai makna suatu norma (aturan) yang menjadi ukuran
kesadaran mengenai akhlak yang tersimpan dalam hati yang menyadari harga
dirinya, serta menjadi standart tingkah laku pramuka di masyarakat. sepuluh
pilar tersebut bernama dharma pramuka, yaitu: Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, Patriot yang sopan dan kesatria, Patuh
dan suka bermusyawarah, Rela menolong dan tabah, Rajin,terampil dan gembira,
Hemat,cermat dan bersahaja, Disiplin, berani dan setia, Bertanggung jawab dan
dapat dipercaya, dan Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Jika ditela’ah kembali dari sepuluh
pilar tersebut, maka akan banyak kita temukan nilai – nilai kereligiusan.
Dimulai dari dharma pertama hingga dharma kesepuluh. Tentunya tidak salah jika
penulis merelasikan antara pramuka dengan budaya tawadhu’, perlu
diketahui bahwa tawadhu’ secara singkat diartikan sebagai merendahkan
diri, maksudnya yaitu sikap merendah
tanpa menghinakan diri, hal ini merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan
Allah dan seluruh makhluk-Nya. Selain itu, tawadhu’ juga berarti ketundukan
kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau
dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kita memandang diri kita berada di atas
semua orang. Atau kita menganggap semua orang membutuhkan diri kita.
Dalam dharma pramuka, menurut pengamatan dari penulis, ada kaitan
erat dengan budaya tawadhu’, diantaranya yaitu beberapa pilar dharma
pramuka sebagai berikut:
1.
Takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kasih sayang sesama manusia.
3. Patriot yang sopan dan kesatria.
4. Patuh
5. Tabah
6. Bersahaja
7. Suci dalam pikiran, perkataan dan
perbuatan.
Itulah beberapa
pilar yang terdapat kaitannya erat dengan budaya tawadhu’. Yang paling
utama yaitu jelas mutlak kaitannya dengan budaya tawadhu’, yaitu dharma
ke satu, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam dharma pramuka ke satu,
mengatur agar kita sebagai seorang pramuka, senantiasa untuk bertakwa kepada
Tuhan kita. Adapun, dalam Islam kita diperintahkan oleh Allah SWT agar
senantiasa bersikap tawadhu’.
Dalam Al –
Qur’an, terdapat ayat yang memerintahkan kita untuk bersikap tawadhu’,
yaitu yang berarti:
Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang – orang mukmin yang mengikutimu; (QS
Asysu’ara : 215)
Kemudian, dalam
hadits rasulullah pun telah dijelaskan, sebagai berikut:
“Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang
tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas
yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).
Demikianlah
Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab
tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di
tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang
mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan.
Melalui
penjelasan tentang keterkaitan dharma pertama dengan tawadhu’, penulis
menarik simpulan – simpulan antara beberapa pilar lainnya dengan tawadhu’.
Dengan tawadhu’, seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa tawadhu’
adalah faktor atau sebab dari tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, dan tawadhu’
adalah lawan dari sombong, maka sepatutnya kita sebagai patriot pramuka dapat
berlaku tawadhu’ dan bukan sebaliknya yaitu sombong dan keangkuhan.
Merendah diri juga termasuk dalam aplikasi sifat bersahaja, yang mana bersahaja
mengandung arti kesederhanaan, ber unggah – ungguh, dan juga tentunya bersahaja
berlawanan dengan sifat sombong ataupun keangkuhan, oleh karena itu, dapat kita
katakan, bahwa tawadhu’ sejalan lurus dengan sikap bersahaja.
Bukan hanya itu saja, akan tetapi tawadhu’
dapat kita relasikan dengan dharma yang berbunyi Patriot yang sopan dan
ksatria, maksudnya seorang Pramuka haruslah mempunyai sifat terpuji, yaitu
sopan. Sopan dapat diartikan sebagai perbuatan atau sikap yang rapi dan
teratur, tidak urakan. Norma
kesopanan sangat penting untuk diterapkan, terutama dalam bermasyarakat, karena
norma ini sangat erat kaitannya terhadap masyarakat. Sekali saja ada
pelanggaran terhadap norma kesopanan, pelanggar akan mendapat sanki dari
masyarakat, semisal cemoohan. kesopanan merupakan tuntutan dalam hidup bersama.
Ada norma yang harus dipenuhi supaya diterima secara sosial.Sanksi bagi
pelanggar norma kesopanan adalah tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh
masyarakat, yang berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan
dari pergaulan serta di permalukan. Adapun contoh
norma sopan yaitu, menghormati terhadap orang yang lebih tua, tidak menyela
pembicaraan, dan masih banyak lagi. Dalam bertawadhu’, kita diajarkan
bagaimana bersikap terhadap sesama, yaitu agar senantiasa merendahkan diri namun tidak
merendahkan harga diri. Merendahkan diri kita dihadapan sesama, tidak jauh
berbeda dengan sopan. Sebagai contoh, kita bersikap sopan terhadap orang yang
lebih tua. Kita merendahkan diri kita atau tawadhu’ terhadap orang yang
lebih tua. Kedua contoh tersebut mempunyai konsep yang sama, yaitu agar tidak
berlaku sombong dan angkuh. Kedua hal tersebut, yaitu sopan dan tawadhu’
juga mempunyai konsep yang sejalan, yaitu perilaku sopan kita perlakukan kepada
siapa saja, entah itu orang tua, sesama, maupun yang lebih rendah dari kita. Tawadhu’
juga demikian, berperilaku tawadhu’ tidak hanya diterapkan kepada orang
yang lebih tua saja, melainkan kepada seluruh kalangan, terhadap sebaya, maupun
yang lebih kecil dari kita, terlebih – lebih, terhadap Tuhan yang telah
menciptakan hambaNya.
Gambar 1. Contoh norma kesopanan dan tawadhu’
Tidak hanya
berhenti sampai disitu saja, penjelma’an tawadhu’ dalam dharma pramuka
semakin kentara, dalam dharma bersahaja, dan suci dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan. Tawadhu’ dapat disebut sebagai implementasi dari dharma
bersahaja dan susi dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Sebagai seorang
patriot, pramuka haruslah bersikap bersahaja, bukan malah sebaliknya, yaitu
angkuh, acuh, dan tidak mau menerima bantuan dari orang lain. Untuk itu,
sebagai patriot yang sopan dan ksatria haruslah mempunyai sikap tawadhu’
yaitu sikap rendah diri namun tidak merendahkan harga diri, senantiasa mampu
dan mau menerima kebenaran dari siapapun, dan tak pernah menyombongkan dirinya.
B.
BUDAYA TAWADHU’
SEBAGAI SARANA EDUKATIF DALAM MEMBANGUN
DAN MENCETAK KARAKTER
Sudah dijelaskan di atas, mengenai apa itu budaya tawadhu’, dan
apa saja hubungan atau korelasinya dengan Pramuka yang sejatinya dijadikan
sebagai sarana pendidikan karakter. Dalam penerapannya, tawadhu’ dapat diterapkan melalui perilaku sopan santun,
kesederhanaan, dan sikap rendah diri tentunya. Menurut sumber yang penulis
dapatkan, yaitu dari kelas Desain Grafis SMA Islam Kepanjen dalam blognya yang
di postingkan, menyebutkan bahwa kesederhanaan adalah modal berharga
dalam menjadikan pribadi yang tawadhu’. Mengapa demikian, karena dengan
kesederhanaan akan membawa kita menjadi pribadi yang tidak angkuh, sombong,
tidak gengsi, dan membentuk pribadi yang bersahaja. Memang benar jika
kesederhanaan dijadikan sebagai modal dalam pembentukan pribadi yang bertawadhu’.
Gambar 2. Contoh dari perilaku kesederhanaan yang merupakan modal
utama menjadi pribadi tawadhu’.
Dari gambar di atas, tentunya dapat
kita ambil simpulan, bahwa kesederhanaan ialah bersikap sesuai dengan keperluan
dan kemampuan, tak melebihkan dan tak menguranginya. Menjaga batas kewajaran
agar keselarasan hidup tetap dapat berjalan selaras. memang, kesederhanaan itu
bersifat relatif, akan tetapi jika kita dapat memaknai apa arti kesederhanaan
seperti yang telah tercantum di atas, maka pastinya kita juga dapat berlaku
sederhana dengan sebenarnya. Selain itu, kesederhanaan juga berkaitan dengan
dharma pramuka, yaitu bersahaja. Jadi dalam hal ini, terjadi tiga serangkai
antara kesederhanaan, bersahaja, dan tawadhu’ yang saling
berkesinambungan.
Sudah sangat jelas, penulis dalam
menjelaskan relasi antara budaya tawadhu’ dengan pramuka, yaitu
penjelmaan tawadhu’ dalam dharma pramuka. Kemudian akan penulis teruskan
dengan pembahasan budaya tawadhu’ sebagai sarana edukatif dalam
membangun dan mencetak karakter patriot pramuka. Budaya tawadhu’, dapat
dijadikan sebagai sarana edukatif dalam membangun dan mencetak karakter seorang
individu, dalam penerapannya, tawadhu, harus senantiasa dibiasakan, agar dapat
terwujud suatu akhlak dan watak yang membudaya. Watak yang terbina, sehingga
tertanam dan teraplikasi dalam kehidupan, akan sangatlah berharga, mengingat di
waktu ini, banyak terjadi tindakan – tindakan amoral, degradasi moral,
berkurangnya kepekaan sosial dan religi, terlebih – lebih dalam kehidupan remaja,
di waktu kecil kita pastinya mendapatkan pendidikan, penanaman, sosialisasi
mengenai norma, nilai, dan kereligiusan. Akan tetapi, di saat beranjak remaja,
tak sedikit yang menyimpang dengan masa kecilnya
Gambar 3. Tawuran, merupakan tindakan amoral.
Sungguh begitu miris jika kita
melihat fenomena seperti gambar di atas, di waktu kita sedang digadang – gadang
untuk menjadi penerus bangsa ini, justru kita mencorengnya dengan noda hitam.
Lalu, mengapa bisa terjadi hal seperti itu, tentunya antara lain adalah, adanya
kesenjangan status sosial yang kemudian timbulah sikap gengsi, kesalahfahaman,
dan salah pengertian tentang kesolidaritasan. Hal ini juga terjadi karena
adanya kurangnya pendidikan karakter untuk remaja, kurangnya kepedulian orang
tua, salah pergaulan, dan sebagainya. Oleh karena itu, menteri pendidikan dan
segala komponennya menggalakan adanya pendidikan karakter dalam seluruh sistem
satuan pendidikan, mengingat seiring maraknya fenomena – fenomena dalam
kehidupan bangsa ini yang begitu mencengangkan.
Akan lebih indah, jika kita melihat
suatu hal yang sebaliknya, tidak ada konflik antar kelompok, saling menghormati
satu sama lain, dan hidup rukun bersama. Melihat dari banyak kejadian –
kejadian amoral yang dilakukan oleh para pelajar, yang seharusnya berperilaku
normatif, sebagai seorang patriot pramuka seharusnya kita tidak boleh
berperilaku demikian, justru kita harusnya mencotohkan sebagai implementasi
dari pendidikan karakter.
Gambar 4. Salah satu proses pendidikan karakter anak melalui nilai
kereligiusan.
Jika kita melihat gambar di atas,
sungguhlah meneduhkan hati dan mata kita, dimana ditengah kemelut bangsa ini,
masih terdapat setitik embun. Gambar di atas adalah salah satu contoh dari
pendidikan karakter dalam komponen nilai kereligiusan.
Budaya tawadhu’ dijadikan
sarana edukatif, sebagai salah satu cara
dalam proses pendidikan karakter, antara lain dalam pengaplikasiannya, tawadhu’
ialah bersikap rendah diri, tidak merasa bahwa diri kita adalah paling, misal,
saya adalah orang yang paling pintar. Hal ini akan membuat kita menjadi
takabbur atau sombong, menjadikan kita memandang yang lainnya adalah dibawah
kita, padahal derajat kita sebagai manusia adalah sama, meski memang tidak sama
dalam status sosialnya. Dalam tawadhu’ kita juga diajarkan nilai
kesederhanaan, dan kebijakan seperti yang telah dijelaskan di atas. Untuk itu,
kita sebagai patriot pramuka agaknya menanamkan, mengajarkan, dan membudayakan tawadhu’. Jika kita para generasi muda mau untuk
membudayakan tawadhu’ tidak menutup kemungkinan Negara kita akan menjadi
Negara yang kuat, yang ditopang oleh budaya kebersamaan dan saling menghormati.
BAB IV
PENUTUP
A.
SIMPULAN
1.
Terdapat relasi
antara budaya tawadhu’ dengan dharma pramuka, yangmana nilai – nilai tawadhu’
menjelma dalam nilai – nilai dharma pramuka.
2.
Dharma pramuka
merupakan pilar – pilar yang dijadikan sebagai pendidikan karakter bagi
pramuka. Dalam dharma pramuka terkandung nilai – nilai tawadhu’,
sehingga tawadhu’ juga merupakan pembentuk karakter.
3.
Budaya tawadhu’
adalah salah satu sarana edukatif dalam membangun dan mencetak karakter seorang
patriot pramuka, karena tawadhu’ mengajarkan bagaimana seseorang
bersikap rendah diri namun tidak merendahkan harga diri, mengajarkan untuk
mempunyai sifat kesopanan, kesederhanaan, kebijaksanaan, dan kesabaran.
4.
Dengan tulisan
ini, penulis membuktikan bahwa budaya tawadhu’ mampu menjadikan seorang
patriot pramuka yang berkarakter, dengan ditopang oleh budaya kebersamaan dan
budaya saling menghormati.
B.
SARAN
Penulis sangat
berharap dengan adanya tulisan ini, para patriot pramuka akan dapat menanamkan,
mengajarkan, dan membudayakan tawadhu’. Seiring banyak kejadian –
kejadian yang mencoreng catatan buruk bangsa. Dengan dibudyakannya tawadhu’
semoga dapat dijadikan sebagai sarana edukatif dalam proses pendidikan dan
penanaman karakter individu. Diharapkan pula, bagi para patriot pramuka setelah
mengenal apa itu tawadhu’, mampu untuk mengaplikasikan, dan mampu untuk
bersikap tidak sombong meskipun telah mempunyai jabatan yang tinggi sekalipun
dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
20111. Budaya. http//:www.wikipedia.com. diunduh pada hari Minggu,
tanggal 5 Februari 2012 pada pukul 14.00
Drs. H.Ahmad Yani. 2007. Be Excellent Menjadi
Pribadi Terpuji. Jakarta: Al Qalam
Fathurrozak,
dkk. 2011. Menguak Makna Simbolisme Akulturasi Islam Jawa Sebagai Cagar
Budaya Edukatif Di Pondok Modern Selamat. Kendal.
Husamah.
2010. Cerdas Memenangkan Lomba Karya ilmiah. Yogyakarta : Interpre Book
Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan
Perbukuan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan
Pengalaman Di Satuan Pendidikan Rintisan). Jakarta
Mahmud
Muhammad al-Khazandar. 2008. Tawadhu’. Islamhouse.com. diunduh pada hari
Sabtu, tanggal 4 Februari, 2012. Pukul 14:03 WIB.
Prof.
Nanat Fatah Natsir. 2011. Hikmah Tawadhu’. http//www.Republica.co.id.
diunduh pada hari Minggu tanggal 5 Februari, 2012. Pukul 14:53 WIB.
SMA
Islam Kepanjen Kelas Desain Grafis. 2011. Kesederhanaan adalah Modal
Berharga Menjadi Pribadi yang Tawadhu’.
Komentar
Posting Komentar
Bercuap ya..