Berapa Satu Bungkus Kacangmu?
Aku masih
hidup! Begitu sukarnya,
Tapi beruntung,
karena aku masih berhutang
Sayang,
semua uang sudah melayang
Tinggal kaki
pincang, mengiringi jam berdentang
Pagi tadi,
aku begitu iba...
Dalam angkot,
aku bersama seorang bapak
Pedagang asongan
Wajahnya begitu
haru, mengingatkan pada bapakku
Handuk yang
terselempang di pundaknya menjadi penyeka keringat dunia
Topi hitam
bertuliskan “Save Democracy Pemilu 2014”
Menjadi tameng
penghalang terik, penghalau sengat kekejaman
Lalu, tahu
apa dia tentang itu? Yang penting tahu, kacang, pepaya, nanasnya laku,
Aku mengutuk
diriku, aku merasa iba namun aku tak mampu berbuat untuknya,
Membeli satu
bungkus kacang pun tak sanggup. Sial...
Uang hanya
sisa tiga ribu, untuk bayar ongkos
Aku seperti
dikebiri...
Aku iri...
Melihat wajah
haru, namun jiwanya menggebu
Menerima hidup
yang pilu di bawah langit kelabu
Ia turun,
memikul asongannya, menjejakkan kakinya
Si sopir
meminta satu bungkus tahu, sebagai ganti ongkosnya,
Mungkin sopir
itu ingin meringankan beban asongannya,
Pak sopir,
mulialah dirimu...
Jam berdetak,
gas kembali ditancap
Angkot kembali
melaju, aku menjadi biru...
Sial! Begitu
pesimis aku menerima hidup
Terkungkung dalam
murung
Wajah haru,
terima kasih pelajaran pagi ini
Jakrata, 20 Februari 2014
Komentar
Posting Komentar
Bercuap ya..