MEMORI PAGI TENTANG KENTANG DAN PERPINDAHAN

Muhammda Ade Putra “Kentang” Hemas

Ada yang mengusikku kala aku sedang melipat baju, pagi ini. Ya, aku sedang mengurus kepindahan ke tempat baru. Tiba-tiba saja, memori dalam otak mengingat seorang yang, ya.. paling tidak ia ‘sering’ kujumpai, dan melakukan segalanya bersama, di akhir-akhir masa SMA. Orang kebanyakan memanggil dengan sebutan “kentang” entah dari siapa nama itu bermula, mungkin juga karena ‘bentuk kepala’nya yang besar. Nama aslinya, Muhammad Ade Putra Hemas, setampan orangnya. Kami mulai akrab, entah sejak kapan keakraban itu muncul, di kelas sepuluh kami tak saling kenal, kelas dua, entah kami sudah saling tegur sapa apa belum, seperti halnya mimpi, kita tak pernah tahu awal mula cerita dalam mimpi, namun tiba-tiba kita sudah berada di tengah-tengah cerita dalam mimpi, begitupun keakraban yang terjalin antara aku, dengan Kentang. Mungkin juga, aku patut bersyukur, atas insiden ‘pengusiran’ku dari asrama blok E, (di pesantrenku dulu) ke asrama blok H. Di sisi lain, aku merasa kecewa, dengan keputusan yang diberikan oleh wali asramaku, bagaimana tidak? Aku merasa berhak tinggal di blok E, setidaknya, aku dan dia-wali asramaku- akulah yang pertama kali menempati. Dia orang baru. Aku merasa, aku tumbuh di blok E, banyak transisi-transisi dalam fase SMA kulalui di blok E. Terlebih, hanya karena kumenolak untuk tidak ikut dalam suatu program yang ia ‘handle’ di sekolah, berefek domino padaku, aku dimusuhinya, ia pikir, aku membangkang! “Hey, please.. It is freedom?” ditambah, aku selalu disudutkan di asrama, yang berakibat kuselalu dihukum. Aku masih merasa, bahwa pindah blok (asrama) adalah sesuatu yang tak mungkin kulakukan, dan tak akan pernah. Sayangnya, sudah terjadi.
Asrama Blok E, tempatku awal di pesantren hingga sebelumnya diusir.

Namun, seiring awan beriring, mengiringi siang untuk berganti menjadi gelap, aku mulai menemukan ‘something’. Aku memang tak bisa mengharapkan hal sama ketika ku berada di asrama blok E, dan asrama baruku, blok H. Setidaknya, pasti ada hal berbeda. Kebetulan, aku kedapatan kamar dengan kawan sekelasku di kelas XII, Candra, dan ayahnya, Suntip. Ia, Candra dan ayahnya, Suntip memang seangkatan.
Ini, penampakan Suntip. Ayah Candra.

 Sebelah kamarku, barulah kamar Kentang. Segala awal memang sulit, sulit untuk berinteraksi atau istilahnya gagap, canggung. Sulit untuk menemukan cara mencuci pakaian di tempat baru, dan sulit untuk mensiasati mandi, agar tidak kena foto oleh Tuan Hang Abdul Azis Syah Bandar. Ya.. melewati hari-hari di asrama blok H, membawaku untuk semakin dekat dengan kentang. Darinya, aku bisa ‘numpang’ membaca buku-buku koleksi pribadinya. Maklum, aku suka baca. Orang awam pasti kaget, jika ternyata kentang adalah seorang pengoleksi buku. Setidaknya, kebanyakan kawanku menganggap ia diluar waras. Hahaha.. namun, dibalik ketak warasannya, ia punya kesamaan denganku : menyukai buku. Mungkin juga sama lah dengan kebanyakan kalian. Berati kesamaanku dengannya, tidak spesial? Ah, masa bodoh, yang jelas kita punya kesamaan. Dari situ, kutersadar, mengapa aku tak pernah punya koleksi buku sendiri ya? Ke mana saja aku selama ini? Seorang Kentang saja, yang notabene dianggap kawan-kawan ‘tak waras’ ia punya koleksi buku, masa, aku, yang lebih ‘tidak waras’ sama sekali tak mempunyai buku. “Sekarang, aku sudah bisa koleksi buku, tang. Jadi tak perlu lagi ‘numpang’ baca bukumu. Tapi kalau kau punya buku bagus, pinjamilah buatku, ya? Kalau perlu, malah kirim buatku. Haha..” Tak heran, jika Kentang punya pikiran yang ‘wah’ mungkin juga karena dipengaruhi oleh idolnya, JRX, selera musiknya, serta band favoritnya, SID, yang memang cocok menjadi role model.
Aku, paling pojok (kanan), dan Kentang, berada di posisi ke lima sebelah kiriku.

Kami makin akrab, terkadang hal-hal aneh kami lakukan. Kau ingat tidak tang, hal yang pernah kita lakukan bersama? Kalau tidur sih jelas iya, semuanya juga sama kalau begitu! Yang membuatku berkesan, ketika kami sudah keluar pesantren, entah sudah pengumuman atau sedang dalam waktu tunggu, aku sedikit lupa. Sepertinya, saat menunggu waktu lulus. Kentang menyempatkan main ke rumahku! Ya... meski motif utamanya, ia mau mengunjungi kekasihnya. “Tang, perlu kusebut nama? Haha..” Namun setidaknya, ia sudah membuatku terkesan. Seorang kawan, yang dengan keniatannya, tekad bulat, ia minta diantar Candra untuk berkunjung ke rumahku. Padahal, kala itu, habis hujan, dan waktu sudah sore, tapi ia masih tetap mau saja. Tang, terima kasih ya.. J
Setahun berlalu, komunikasi kami jarang sekarang. Ya, jelas. Aku merindukannya. Sebagai seorang kawan yang bisa dibilang ‘telat’ akrab, harus dipisahkan saat sedang akrab-akrabnya, mesra-mesranya. Kami hanya saling tegur sapa melalui medsol klasik, facebook dan twitter, yang semakin jarang dipakai orang, karena kehadiran Instagram dengan segala keunggulannya yang bisa menjadikan siapa saja jadi fotografer dadakan. Atau Path, yang bisa kasih lihat Meme kata-kata, foto-foto Meme, dan segalanya. Hem.. I don’t care about it, The important is to get in touch with old friend, isn’t it?

Pagi ini, saat pengeras suara melengkingkan suara : “Selamat pagi semua...” Pertanda penjajahan oleh senior dimulai, ini adalah waktuku mengepaki barang-barang, mengemasi segala tentang kenangan, keluh kesah, keringat, dan segala kelembaban menuju tempat tinggal baru. Kita memang tak pernah tahu, ke mana kita akan bermuara, tak seperti nyanyian “firasat” yang mengatakan “kutahu pasti ke mana kan kubermuara” yang bisa dilakukan adalah terus melangkah maju, ibarat kita mengendarai, utamanya kita melihat ke depan, namun, jangan lupakan yang ada di kaca spion. Perpindahan, memang selalu menyimpan segala rahasia, bagaimana nanti setelah pindah. Tak hanya pindah tempat, memindahkan seabrek perasaan, kenangan, pun sulit. Namun, sudah kukatakan sebelumnya, segala awal memang sulit. Tapi, masihkah aku berada dalam ‘tahap awal’ memindahkan perasaan, sehingga masih saja kumerasa sulit? K

Komentar

Postingan Populer