PELURU ITU BERNAMA BENCI
Dengan mengendap-endap, Koba menodongkan laras panjangnya untuk menembakkan
sebuah peluru pada dada Caesar yang mengakibatkannya ambruk dan terjun bebas
dari atas mimbarnya.
Selepas Caesar ambruk, Koba berteriak, memperlihatkan senjata manusia.
Seolah-olah pembunuh Caesar adalah manusia. Potongan cerita itu ada pada film Dawn of The Planet The Apes 2. Koba, kera
kepercayaan Caesar dalam memimpin koloni mereka. Meski telah lama meninggalkan
dunia manusia, Koba masih menyimpan dendam dan benci yang begitu mendalam,
akibat perlakuan manusia yang menjadikannya sebagai obyek penelitian, berdampak
sekaligus pada wajah Koba yang ‘jelek.’
Kebencian itu kembali muncul, ketika sekelompok manusia mencoba memasuki
wilayah kera di suatu hutan. Koba jelas sama sekali tak senang. Sebenarnya,
sama dengan Caesar, sang pemimpin, yang tak senang kedatangan tamu manusia.
Namun, Caesar memberikan kesempatan pada manusia tersebut untuk masuk ke
wilayahnya, meski telah mengakibatkan kematian satu anggotanya, diawal
kedatangan sekelompok manusia yang sedang sekarat tersebut.
Melihat Caesar yang justru membantu manusia, Koba merasa tak dianggap lagi,
ia pun mempengaruhi kera lain, termasuk anak Caesar. Koba bersama sekutunya
pergi ke kota, mencari tahu apa yang hendak manusia rencanakan. Ketika
menemukan gudang persenjataan, Koba menganjurkan pada sekutunya untuk tidak
mengatakan pada siapapun. Tiba waktu bagi Koba untuk melepaskan peluru
kebenciannya pada manusia. Ia menembak dua penjaga gudang senjata, yang membawanya
menembak pemimpinnya sendiri, Caesar.
Pompa kebencian semakin mendorong Koba bertingkah di luar kendali. Apa yang
sudah Caesar bangun, seketika Koba hancurkan, dengan menyatakan perang dengan
manusia. Caesar selalu menganjurkan, berpikir terlebih dahulu, sebelum
bertindak. Namun, sepertinya Koba terbutakan oleh kebencian dan dendamnya pada
manusia.
Selama ini, Caesar menganggap kera lebih baik daripada manusia. Namun,
setelah kejadian penembakan itu, ia tersadar, ternyata bangsa kera sama saja dengan
manusia.
Merasa diri lebih baik. Banyak dari kita, merasa lebih baik dari yang lain.
Entah merasa lebih cantik, lebih tampan, lebih pintar, lebih terampil, atau
lebih yang lain. Saya justru beranggapan, merasa diri lebih baik dari yang
lain, justru merupakan sesuatu yang kurang baik. Seperti halnya anggapan
Caesar, yang merasa kera lebih baik daripada manusia, hingga ia tersadar apa
yang Koba lakukan.
Kebencian adalah peluru yang lebih mematikan dari kaliber peluru berapapun.
Ia memberikan efek yang mampu memusnahkan sifat welas asih, kasih sayang, dan cinta. Kebencian, mendorong siapapun
dapat merasa lebih baik dari yang lain. Belakangan, banyak sekali golongan yang
merasa dirinya lebih baik, dari yang lain. Tidak mau mengakui valentine lalu
membuat sebuah perayaan tandingan. Boleh-boleh saja, apabila dalam laku mereka tidak menebar benci pada mereka yang
merayakan valentine. Atau, sebuah kelompok agama yang gemar mengafirkan
kelompok lain, mengklaim paling dekat dengan Tuhan, menaruh label liberal untuk
kelompok lain, atau bla bla bla embel-embel lain.
Sebenarnya sama dengan negara
(re: pemerintah), ketika merasa lebih baik melalui doktrin-doktrinnya, dengan
memberangus segala ajaran yang radikal, atas sebab kebencian dan merasa lebih
baik. Lalu, bukankah sama tidak baiknya, jika pemerintah memaksakan jargon NKRI
harga mati, namun melalui cara yang dilakukan dengan berdarah-darah?
Mengerahkan segala kuasa nasionalismenya, untuk menghabisi mereka yang dianggap
radikal, separatis, atau anti pembangunan. Radikal, sah-sah saja!
Sekali lagi,
bukankah NKRI harga mati juga tidak baik, jika cara yang dilakukan dengan upaya
berdarah-darah? Seperti Koba yang menancapkan kebencian pada manusia, dan
menyatakan perang.
Bagaimanapun, perang harus ditempuh. Darah harus
menyemburat!
Jadi kita sebagai manusia tidak boleh menebar benci dan dendam ?
BalasHapusYa gitu bang, mungkin gambaran secara jelasnya kalau lu nonton film yang gue bicarakan. Betapa kekuatan benci dan dendam itu sangat berdampak. Destruktif.
BalasHapus