Seberapa Sering Sedekah?
Berapa rupiah
yang kita keluarkan untuk membeli sebungkus rokok dalam sehari? Berapa sering
kita membeli baju setiap pekannya? Atau, kaum perempuan, berapa ratus ribu
kalian kucurkan untuk membeli dempul dan pulas wajah?
Ya..
kita lebih rela sepuluh ribu rupiah kita belikan nasi beserta lauk ayam. Kita
lebih ikhlas lima puluh ribu rupiah dihabiskan untuk tiket bioskop, atau
seratus ribu rupiah untuk satu jam berkaraoke. Tidak ada yang salah. Itu hak
kita, sebagai pemilik harta.
Namun,
berapa rupiah yang kita masukkan ke dalam peti berjalan saat khutbah Jumat
berlangsung? Kita lebih ikhlas memasukkan seribu rupiah ketimbang sepuluh ribu.
Kalaupun pilihan kedua, memerlukan ijtihad yang begitu alot sebelum akhirnya memasukkannya.
Pasti kita sering merasa iba, melihat bapak-bapak tua penjual gorengan dengan
terkantuk-kantuk menunggu pembeli menjamah hasil gorengannya. Lalu, apa yang
kita lakukan? Ya.. benar, hanya bergumam “kasihan
aku melihat bapak itu..” dan tetap ngeloyor pergi. Atau seorang ibu tua
yang menggendong bakul berteduhkan tampah di atas kepalanya berisi sayur-mayur
komposisi pecel. Iba! Melas! Kasihan!
Ya.. lagi-lagi kata itu yang menguraikan lubuk hati. Sekali lagi, kita hanya
melihatnya saja. Tanpa membeli sedikit pun dari si bapak penjual gorengan yang
terkantuk tadi, maupun ibu tua penjual pecel. Percuma. Kita merasa iba, namun
tak berbuat apa-apa. Cara paling gampang menyenangkan mereka adalah : membeli
dagangan mereka, walau kita merasa tak perlu. Setidaknya, kita berusaha menjadi
sebab simpul senyum tipis mereka kelak ketika pulang berdagang nanti.
Ada
lagi, hal aneh dalam diri kita. Terkadang, ketika kita ingin memberi, sering
kali memikirkan sebuah hubungan sebab-akibat, yang berujung pada munculnya
alasan. “Ah, ini pengemis nggak terlalu
kasihan, nanti aja deh kalau ketemu yang memang pantas dikasih”. Memangnya,
memberi itu harus melihat ini-itu, anu-ini? Ya.. aneh ya ternyata kita. Kenapa
tidak sederhana saja? Kita memberi, ya karena kita ingin memberi, bukan karena
nanti kalau memberi ini ternyata digunakan untuk itu. Urusan belakangan
sepertinya, yang utama, kita beri saja dulu, sedekah dulu, kita kan niatnya mau
“ngasih” jadi kalau mereka yang kita
kasih mau digunakan untuk apa, itu terserah mereka, kan sudah jadi haknya.
Sedekah,
juga tak melulu kepada para pengemis di pinggir jalan, kita membeli (seperti
contoh di atas) pun sudah dianggap sedekah, ya.. karena kita tak hanya berdiam
diri melihat kegetiran. Syukur, kalau kita memberi uang lebih saat membeli.
Kepada anak yatim-piatu, pengamen, sahabat, siapa saja, yang memang sedang
membutuhkan. Tak hanya memberi uang yang diartikan sedekah, kita membantu teman
yang sedang pindah kontrakan, juga sedekah, karena meringankan beban. Atau
mungkin, membayarkan teman makan, juga sedekah. Mudah kan?
Intinya,
ikhlas. Rela dan tak berat hati. Kalau kita masih merasa berat mengeluarkan
lima ribu rupiah saat mendengarkan khotbah Jumat, hem.. mungkin jangan beli
makan lauk ayam. Lihat saja, si kaya raya Bill Gates, yang kini menjadi seorang
dermawan, setelah tak menjabat CEO Microsoft. Toh, ia tak jatuh miskin ketika
ia banyak mendonasikan hartanya kepada sesama. Karena, sedekah adalah kekuatan
terdahsyat, dan salah satu kunci hidup bahagia, saling berbagi (sedekah).
Nah,
karena momennya sedang Ramadhan, ada baiknya kita perbanyak sedekah, ya meski
seharusnya sedekah bukan hanya di bulan Ramadhan. Namun tak salah juga, kita
memulai kebiasaan mulia sedekah di bulan suci penuh berkah ini. Pahala dilipat
gandakan, doa dikabulkan, dan semua dianggap ibadah, termasuk ibadah sedekah.
Beruntung sekali kalian yang sudah membiasakan diri bersedekah, pasti hidup
kalian damai, bahagia, dan tenteram, jadi giri saya.
Sebagai
penutup, saya suguhkan sepenggal lirik lagu Slank, berjudul “Sedekah”
Gunung
yang paling mencuat bolong sama besi
Besi
yang yang paling berat leleh sama api yang laknat
Api
yang laknat mati sama air hebat
Air
yang paling hebat kalah sama angin terkuat
Kekuatan
terdahsyat tangan kanan sedekah tangan kiri nggak tahu
Kekuatan
terdahsyat tangan kanan memberi tangan kiri nggak tahu.
Jadi, masih berpikir dua kali di
depan kotak amal sholat Jumat? Masih bingung mau mengeluarkan yang mana dari
saku? Dua ribu atau sepuluh ribu? Malu? Beli kosmetik tiap bulan, tapi sedekah
sungkan-sungkan? Think Again! J
Komentar
Posting Komentar
Bercuap ya..