MANUSIA ATAU MAL (?)


Menggelitik menyaksikan sekian banyak kawan-kawan maupun orang ketika kemarin pada hari ibu, tiba-tiba berubah tema apa yang melekat pada mereka. Ya, ibu, menjadi patron sehari.
Beginilah rupa peradaban gelombang ketiga menurut pembabagan Toffler. Gelombang informasi. Semua bergantung pada kecepatan informasi. Di era digital yang demikian, informasi telah menembus batas-batas dinding pribadi, paling sakral pada diri manusia. Aktualisasi diri sepertinya menjadi lebih primer. Memperkenalkan sendiri pada dunia luar, tanpa mempertimbangkan sisi privasi. Rasanya, konsep keintiman pada onion theory hampir tak berlaku dalam pola seperti ini. Sontak, pada hari ibu kemarin, foto profil, avatar, foto pada akun smartphone, status-stastus, capture sms, obrolan atau chat pada sang ibu, mendadak bermunculan. Saling unjuk. Saling klaim, akulah anak yang berbakti, yang mengucapkan selamat hari ibu, akulah anak yang berbakti, yang pasang foto dengan ibu, akulah..
Begitulah. Sudah seperti mal-mal saja. Mereka merias diri, menjelang perayaaan-perayaan hari besar. Bahkan, pengelola mal lebih dahulu mendekor bangunannya ketika menjelang lebaran ketimbang takmir di mesjid, pengelola mal lebih dulu merias bangunannya menjelang natal ketimbang pastor maupun pelayan gereja. Apakah anda sama, dengan mal? Ya, selain mal, resto dan cafe adalah golongan yang taat berhari raya, mungkin kemudian, menyusul manusia-manusia, yang modelnya seperti ini. Perayaan yang artifisial.
Saya tak bermaksud menghakimi, saya hanya mengutarakan apa yang menjadi kegelisahan dalam diri saya. Saya hanya menanyakan, tak adakah cara yang lebih santun, ketimbang harus mengikuti arus utama? Tak adakah cara yang lain, ketimbang harus melanggengkan cara yang sebenarnya tak ada keharusan? Bukankah lebih baiknya, tak perlu berkoar, tak perlu ada publikasi, biarlah kasih sayang pada ibu, menjadi keintiman antara anak dan ibu. Atau, ketika tak dipublikasi, kita akan berdosa? Atau kita akan diklaim menjadi anak durhaka? Atau, tak akan populer? Kita tetaplah populer, dalam hati ibu. Ia memopulerkan kita lebih dari media memopulerkan Jokowi!

Tak ubahnya, kita adalah manusia mesin. Manusia yang melanggengkan aturan yang bukan satu keharusan. Manusia yang hanya memproduksi hal yang seragam. Manusia, yang tak menakar esensi. Manusia, yang mengesampingkan rasa, isi jiwa. Sepertinya, kata-kata tidak cukup mentransmisikan kepenuhan isi jiwa, pelukanlah yang melakukannya. Terpejamlah, dan doakan ibumu.

Komentar

Postingan Populer