NEGARA HUKUM TAK BERKEADILAN


Tragedi yang menimpa Asyani, seorang nenek yang dituduh mencuri kayu jati dan diseret ke pengadilan, mempertebal slogan hukum: “Tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Ironi, ketika Polisi dengan gagah menjerat Asyani melalui Pasal 12 UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Sangat timpang apa yang dilakukan sebaliknya dengan Labora Sitorus. Di mana hukum yang berkeadilan dilaksanakan?
Proses “penegakan hukum” seakan menjadi ajang gagah-gagahan para penegak hukum dengan mengandalkan ketidak berdayaan mereka yang tak memiliki kedudukan. Karena, kasus seperti ini tak hanya sekali terjadi. Sebelumnya, ada Nenek Minah dari Purworejo, Jawa Tengah yang dihukum percobaan karena dituduh mencuri tiga butir kakao. Secara serampangan para penegak hukum main tuduh dan tak menggubris kesaksian dan menganggap bahwa apa yang mereka tuduhkan sudah final. Sangat berbeda dengan apa yang dialami (Aiptu) Labora Sitorus, terjerat kasus pembalakan liar, namun masih bisa berkeliaran dan dalam penahanannya mendapat langkah persuasif.
Jika memang benar pencurian, memang merupakan kesalahan. Namun, alangkah bijaknya jika para penegak hukum mempertimbangkan kondisi sosial dari pelaku dan pertimbangan kemanuisaan. Tak bisa semuanya dipidanakan. Asyani, nenek berusia 63 tahun. Memiliki empat cucu. Hanya karena menyimpan beberapa papan kayu jati, dijerat pasal yang mengakibatkan ia harus dihukum lima tahun penjara. Meski, dakwaan yang dituduhkan belum terbukti kebenarannya. Bahkan dari banyak saksi mengatakan, bahwa kayu jati tersebut milik Asyani, berasal dari kebunnya. Jika pada Labora Sitorus saja bisa lunak dan persuasif, mengapa tak demikian untuk Asyani? Siapa penjahat yang sebenarnya?
Potret buram hukum Indonesia telah mengantarkan pada kesimpulan bahwa penegak hukum kita begitu gagah menindas rakyat kecil, dan begitu ciut ketika menghadapi para mafia yang merugikan negara. Hukum begitu dijunjung tinggi di negeri ini, sampai-sampai, hukum menindas keadilan dan perikemanusiaan. Ketika para koruptor sedang diwacanakan mendapat kelonggaran syarat mengajukan remisi, hukum makin seret untuk orang-orang seperti Asyani.

Putusan pengadilan haruslah seadil-adilnya. Asyani bukanlah pelaku pembalakan liar yang selalu lolos dari jerat hukum. Ia adalah rakyat yang butuh makan untuk anak cucunya. Butuh biaya berobat untuk keluarganya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Majelis hakim harus memberi hukuman yang paling ringan untuknya. Pertimbangan kasus yang remeh-temeh, kondisi fisik, dan keberpihakan pada rasa kemanusiaan yang berkeadilan. Jika dalam hukum tak lagi ditemukan keadilan, apa yang ditegakkan mereka, yang disebut penegak hukum?

Komentar

Postingan Populer