GENERASI MENUNDUK
Apa
yang tak bisa lepas dalam sehari oleh tangan? Benar, jawabnya adalah gadget!
Pesatnya
perkembangan teknologi mendorong meningkatnya hal-hal baru dalam kehidupan
manusia. Salah satu produk teknologi modern adalah gadget, berupa ponsel pintar
dan sabak (tab). Dengan pembaharuan setiap hari, atau bisa dibilang up to date
serta portabel, gadget menjadi daya magis bagi siapa pun pemiliknya. Siapa yang tak memiliki gadget di era
gelombang ketiga peradaban manusia ini? Hampir seluruh
kaum urban, bahkan rural (desa) pun memiliki, lalu, apa yang menjadi masalah?
Sebagai
orang timur, terlebih negara kita yang (katanya) dikenal ramah, gadget – ponsel
pintar – khususnya, menciptakan pergeseran kehidupan, menumbuhkan budaya baru.
Budaya menunduk. Mengapa? Sebab, kita hanya berfokus pada layar ponsel pintar
milik kita, meski sedang berbicara dengan orang di depan kita! Sungguh miris,
apa yang terjadi menggambarkan betapa ringkihnya interaksi sosial dengan sesama
manusia sekeliling. Memang benar akhirnya, idiom “mendekatkan yang jauh,
menjauhkan yang dekat.”
Sedari
awal aktivitas, mulai bangun tidur, hingga menuju tidur kembali, bahkan di saat
buang hajat sekali pun, ponsel pintar tak lepas dari pantauan mata, dan
genggaman tangan. Menyebabkan “addict” yang pada selanjutnya menimbulkan budaya
menunduk, dan akhirnya lahirlah generasi menunduk. Pantas saja, generasi muda
kini mudah dikibuli produk kapital, dan hanya mampu tunduk patuh, atau
mengekor. Dirasa, pengurangan penggunaan ponsel pintar perlu dilakukan, bisa
kita terapkan puasa ponsel pintar, dengan setidaknya kita mengurangi intensitas
penggunaan pada setiap harinya, menggunakan hanya ketika memang sangat
diperlukan, atau kalau memang sudah mampu untuk merelakan, sehari tanpa ponsel
pintar. Kemudian kita mulai (kembali), mengobrol dengan riuh bersama kawan,
keluarga, dan pasangan. Bukankah lebih nikmat, berkomunikasi “face to face”
terhadap lawan komunikasi, sungguh akan lebih mudah percaya dan meyakinkan pada
lawan bicara, melalui isyarat-isyarat nonverbal yang dilakukan pada interaksi
antar muka, ketimbang harus menebak atau menafsirkan emoticon yang dikirim
melalui ponsel pintar, bukan?
Mari,
tentukan pilihan menjadi : generasi menunduk atau generasi bicara. Menunduk
asyik dengan layar berbinar ponsel pintar, atau berbicara dengan sesama manusia
membangun tatanan kehidupan? Yang jelas, kita adalah makhluk sosial, terlahir
untuk menjadi insan yang mampu berinteraksi dengan sekitar, bukan makhluk
asosial, yang hanya mengurung diri, pada sangkar produksi kaum kapital!
Great zak
BalasHapusSiapa nih? Kok anonim? hehe.. Terimakasih ya, udah sempatin baca..
BalasHapus