LELAH UNTUK BINGUNG (?) -Bingungnya telah menggelembung


          Pagi-pagi ia terbangun. Perutnya terasa mulas. Mungkin karena semalam ia baru saja berlatih gerakan yoga, yang diperagakan oleh kawannya. Kemarin, juga seperti itu, namun, bedanya, kemarin ia tak segera mengeluarkan isi perut. Ia kebingungan, ketika kemarin sore perutnya mendadak sakit, seperti mulas, seperti mual ingin muntah. Ia hanya menetralkannya dengan sekaleng susu, yang katanya susu murni, susu beruang, begitu kebanyakan orang nyeletuk. Lalu malamnya, atas rekomendasi dari kawan yang lainnya, ia minum teh tawar hangat, sebenarnya, kawannya menyarankan air putih hangat, namun saran kawannya itu ia improvisasikan sedikit.
          Sembari mengeluarkan feses, ia ternyata bermenung, berpikir, merasa. “Kricik.. kricik... kricik...” suara air yang mengalir kecil seakan menjadi irama pengiring dalam ia bermenung (mengeluarkan feses). Rupanya, ia sedang dialiri cairan bingung dalam tubuh serta sarafnya. “Apakah nanti aku akan potong rambut? Atau, aku tahan dulu sampai nanti lebih panjang lagi rambutku?” gumamnya dalam hati. Namun, ia kembali termenung, lebih dalam lagi ia termenung. “Benarkah, yang sedang aku bingungkan adalah rambut?”
***
          “Boleh kan, aku minta tolong pada kau, tolong pijit aku, ya?” Ia meminta tolong kepada kawannya untuk memijiti dia. Rupanya, ia merasa lelah. Mungkin memang badannya kelelahan. Setelah ia baru saja naik panggung beberapa hari yang lalu, kemudian ia berlanjut dengan kegiatan menyate daging pada saat lebaran haji. Dua kali, berturut-turut, ia beserta kawan-kawannya melakukan ritual ‘nyate’. Barulah ia bisa sedikit bersantai, melepas segala penat yang sudah membuncah. Ia merasa, perlu ada yang meremat tubuhnya yang sudah begitu kelelahan. Pada akhirnya, kesampaian juga, ada yang bersedia, secara cuma-cuma memijit badannya. Beruntunglah ia, tak perlu mengeluarkan rupiah. Mungkin, karena ini balasan untuknya, yang biasanya dimintai tolong untuk memijat kawan-kawannya. Selesai dipijat, ia tertidur dengan lelap, meneruskan ritual penghilang lelah.
Pagi-pagi ia terbangun.......................
***
Ia akhirnya menemukan, apa yang sedang ia bingungkan. Sembari feses yang keluar dari anusnya, semakin macet. Mungkin karena tenaganya ia alihkan untuk berpikir dan bermenung. Sehingga, tenaga yang ia keluarkan, tentulah harus ekstra. “Ah.... Sial. Lalu apa yang harus kuambil? Langkah yang mana? Persimpangan pilihan ini, tinggal dua. Arah mana yang akan kutuju? Ke depan, lurus, maju. Atau, aku tetap berdiri, di sini, sembari menengok terus ke belakang, dan sesekali melongok apa yang ada di depanku? Fiuh...”
Kebingungan telah meliputi sekujur tubuhnya. Mungkin, ia kini sudah dibungkus, dengan selaput bingung, yang membuatnya menjingkrung, meringkuk dalam pojok kehampaan. Ia begitu mellow. Ia semakin sering mendengarkan senandung-senandung sendu. Ia semakin sering, meracau, tentang kepesimisannya. Entah apa yang ia bingungkan, ia semacam pancang yang ditancapkan, kemudian ada dua tambang yang terikat padanya, tambang itu sama-sama kuat. Satu menarik ke kiri, satu lagi menarik ke kanan.
“Hemmm.... lelah!” Ia mengeluh. Rupanya, ada yang membuatnya bingung pada keadaan ia sekarang. seseorang dari masa lampaunya, yang susah untuk ia tak ingat, atau mengalihkan rasanya. Dengan dirinya, keadaannya, lingkungannya, serta jaraknya, saat ini. Ia lelah. Lelah untuk membingungkan hal ini, mungkin, ia akan membuat pilihan.
***
Ia keluar dari kamar mandi.
 “Aku lelah membingungkan ini. Sial!!” Ia mengeluh, sekaligus mengumpat.
“Mungkin, aku harus pijat lagi, lalu kulanjutkan tidur, seperti semalam, barangkali, lelahku karena sedang bingung ini, sirna...”


Komentar

Postingan Populer