Neon dan Laron-laron


Bak neon yang dikerumuni laron-laron, menjadi patron kehidupan. Begitulah kenampakan Ibukota, ramai, terang,  menarik perhatian. Gelombang manusia tak pernah menyurut untuk menenggelamkan daratan kesuburan. Kesuburan kemakmuran - kesuburan kesengsaraan, kesuburan pangan – kesuburan kelaparan
Aku melihat, sudah terlalu banyak air mengalir membanjiri, pun air mampet membaui. Kenapa harus ada aliran manusia? Kenapa harus ada kemampetan manusia? Oh Ibukota.. daya pikatmu begitu digdaya membutakan mata para manusia. Menganggapmu lahan empuk penuh gula-gula, padahal, tebu pun entah seperti apa?
Aku juga, akulah salah satu manusia itu, manusia yang menganggapmu penuh gula-gula, Manusia yang hanyut ke dalam muara sengsara, Jakarta.. Mungkin, alasan mereka pun sama denganku, sudah basah, kepalang tanggung, nyebur…
Beradu dengan kebutuhan, berlari mengejar puncak sedotan. Jika mengarungi samudra lepasmu adalah sebuah kesalahan, tak apalah.. Bukankah lebih indah memilih sebuah kesalahan lalu menjadikannya bab pelajaran?
Jakarta, 18 Januari 2014
Di sore hari yang mendung
Di kosan sendirian


Komentar

Postingan Populer